Kamis, 12 Februari 2015

Urgensi Mengelola Pikiran dan Perhatian

dalam MEDITASI.

Sederhananya,
meditasi adalah seni untuk membuat pikiran stabil.
Guna menjelaskannya dalam istilah awam,
dengan meditasi,
seseorang memasuki suatu kondisi batin
yang tanpa bentuk-bentuk pemikiran.

~ Ed. Viswanathan.

Apakah Pikiran itu?

Ini suatu pertanyaan sulit lainnya untuk dijawab. Pikiran mempunyai ribuan definisi dan bila Anda membaca mereka semua, Anda malah akan lebih bingung lagi. Definisi yang paling mudah adalah: Pikiran adalah satu ruang didalam mana bentuk-bentuk pemikiran berada, berdiam. Jadi bila kita katakan pikiran telah menjadi tenang, itu artinya pikiran telah memasuki suatu keadaan tanpa-pemikiran.

Bagian tulisan di atas dikutip dan disunting dari buku "Am I a Hindu?" karya Ed. Viswanathan, terjemahan N.P. Putra, yang dimuat secara berseri di maillist Hindu-Dharma Net. Itu sengaja saya sunting dan kutip, lantaran sadar akan betapa urgennya pikiran dalam meditasi.

Dalam meditasi, pikiran berperan sebagai objek sekaligus subjek. Inilah seni olah-batin meditasi itu. Manakala kita bukan seorang meditator, dapat dipastikan akan gagal didalam menjelaskannya secara menyeluruh. Meditator memahami betul pikirannya, apakah itu menyangkut prilaku, kemampuan, keterbatasan, hingga bagaimana memberdayakannya.

Tapi jangan salah, pemahaman sang meditator bukan diperoleh dari membaca buku-buku maupun mengikuti mata kuliah psikologi, melainkan melalui mencermati secara langsung pikirannya sendiri. Bilamana saya yang harus menjawab pertanyaan tersebut misalnya, maka boleh jadi jawaban yang saya berikan adalah: “Anakku ... yang kamu gunakan untuk mempertanyakannya itulah pikiranmu dan pikiran ayahlah yang menjawabnya kini”.

Kita semua dibekali pikiran, oleh karenanya pula kita disebut manusia yaitu ‘makhluk hidup yang diperlengkapi dengan pikiran, yang bisa menggunakan dan memberdayakannya’.

Kembali pada urgensinya dalam meditasi; ada baiknya terlebih dahulu diketahui konstelasi batin kita secara keseluruhan. Guna penyederhanaan, ijinkan saya meminjam struktur yang dijelaskan dalam ajaran Buddha.

Secara ekstrim, diri kita ini dibedakan dalam 2 kelompok yakni lahir dan batin.
Nah, batin inilah yang dapat dibedakan lagi menjadi 4 [empat] proponen: perasaan, pikiran, pencerapandan kesadaran. Dalam berfungsipun hierarkinya berjenjang demikian.

Perasaan adalah lapisan terluarnya; disusul oleh pikiran, kemudian baru pencerapan dan kesadaran menempati posisi tertinggi. Perasaanlah yang pertama berinteraksi dengan stimulan luar yang masuk melalui gerbang indria, saat terjadinya kontak. Stimulan yang masuk, difiltrasi dan atau dinilai dulu oleh perasaan. Nah ... penilaian inilah yang membangkitkan rasa suka atau tak-suka. Secara jasmaniah, kita juga berreaksi sesuai perintah dari perasaan. Bila tak-suka, sesuatu kita hindari atau kita tolak; bila suka, ia kita gandrungi bahkan diburu. Demikianlah umumnya kita berreaksi.

Di dunia Iptek, penilaian serupa disebut penilaian ‘subjektif’. Ia tidak murni, ia telah terkontaminasi oleh penilaian subjektif. Kembali ditekankan bahwa, kebanyakan dari kita umumnya seperti ini dalam menanggapi sesuatu yang dialami. Namun, tetap disadari kalau selalu ada pengecualian, selalu ada kekhususan.
___________________
* Edisi sebelumnya bisa dibuka di: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/11437; dan di: https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agf/urgensi-mengelola-pikiran-dan-perhatian-dalam-meditasi-17/423966654390475.
­

Mengangkat Strata Batin.

Marilah kita anggap masing-masing kelompok batin sebagai suatu strata dengan hierarki seperti telah disebutkan tadi. Dalam bermeditasi, secara prinsipil kita mengangkat strata batin secara berjenjang ke tataran yang lebih tinggi. Dengan memperhatikan saja gerak-gerik perasaan saat ia bekerja, secara tak langsung kita telah menempatkan strata batin kita pada si pikiran. Selanjutnya, dengan hanya memperhatikan gerak-gerik si pikiran itu sendiri, secara tak langsung pula kita menempatkan strata batin pada pencerapan. Demikian seterusnya secara berjenjang. Kita mengangkat strata melalui memperhatikannya.

Kita memperhatikan yang lebih kasar, lebih rendah dengan —secara otomatis— memposisikan titik pandang pada yang lebih halus dan lebih tinggi atau lebih dalam. Oleh karenanyalah, perhatian atau atensi menempati posisi sangat fundamental disini.

Memang mudah untuk mengatakan seperti itu, namun untuk dapat memahami proses tersebut dengan baik, kita mesti mengamatinya langsung, mesti rajin dan tekun berlatih. Dianjurkan untuk mengawali latihan dengan memperhatikan fenomena atau prilaku jasmani terlebih dahulu. Ini akan amat bermanfaat dan membantu didalam mengkonsentrasikan pikiran —bila dianggap perlu— dan membiasakan mengarahkan perhatian ke dalam diri, sebelum melanjutkan ke jenjang-jenjang selanjutnya.
_____________________
* Edisi sebelumnya bisa dibuka di: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/11450; dan di: https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agf/urgensi-mengelola-pikiran-dan-perhatian-dalam-meditasi-27/424056034381537.

 


Mengelola Perhatian.

Perhatian atau atensi dalam psikologi adalah pemusatan kesadaran pada sebentuk fenomena dengan mengesampingkan rangsangan lain —yang tak ada relevansinya dengan yang diperhatikan itu. Atensi juga dikatakan sebagai kesadaran yang intens akan ‘kekinian’ kita. Di dalam ‘kekinian’ terkandung pengertian: ruang, waktu, dan segenap pengkondisi eksternal dan internal yang ada.

Yang bisa memperhatikan dengan baik, akan bisa juga menyelaraskan diri dengan lingkungan secara tepat. Dan yang bisa menyelaraskan diri dengan lingkungan secara tepat, akan bisa pula menerima manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungannya, dimanapun ia hidup.

Dalam kehidupan sehari-hari dapat dirasakan kalau atensi punya dua besaran utama yakni: arah dan intensitas. Kita tidak akan menerima manfaat yang optimal hanya dengan mengarahkan perhatian pada suatu fenomena tertentu dengan tanpa mengerahkan perhatian dalam intensitas secukupnya. Demikian juga sebaliknya, pengerahan intensitas yang tinggi namun tanpa arah yang pasti hanyalah penghambur-hamburan enerji mental dan waktu secara sia-sia.

Memperhatikan dengan benar adalah mengarahkan perhatian dengan benar serta mengerahkan perhatian dalam intensitas yang memadai, selama kurun waktu yang dibutuhkan hingga tercapainya tujuan dari pengarahan dan pengerahan perhatian itu. Kalau kita hendak melatih perhatian, maka dua hal inilah yang perlu dilatih.
_____________________
* Edisi sebelumnya bisa dibuka di: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/11450; dan di: https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agf/urgensi-mengelola-pikiran-dan-perhatian-dalam-meditasi-37/423993044387836.

Arah Perhatian.

Memperhatikan sesuatu atau seseorang untuk melihat cacat-celanya, kesalahan-kesalahannya serta kekurangan-kekurangannya, jelas bukan memperhatikan dengan benar. Ini memboroskan enerji mental. Pemborosan ini bukan saja merugikan, namun cenderung memunculkan bentuk-bentuk pemikiran dan perasaan negatif —seperti: pencelaan, peremehan, antipati hingga kebencian. Oleh karenanya, kerja mental ini sama-sekali tidak dianjurkan. Sayangnya ... ini telah menjadi kebiasaan banyak orang.

Kalaupun kita perlu mengarahkan perhatian ke luar, maka semestinyalah ia demi sesuatu yang bermanfaat. Melihat cacat-cela atau kesalahan-kesalahan serta kekurangan-kekurangan seseorang sekalipun misalnya, bila bukan dalam-rangka untuk mencela atau merendahkannya, melainkan sebagai pembelajaran sendiri agar kita tidak berbuat atau melakukan yang serupa, boleh jadi bermanfaat.

Namun, tentu saja tak banyak orang yang bisa benar-benar menarik manfaat dari pengarahan perhatian ke luar. Sebaliknya, mengarahkan perhatian ke dalam diri sendiri, memperhatikan cacat-cela, kelemahan dan kekurangan diri ini membuka pintu lebar-lebar bagi kemungkinan untuk bisa memberi manfaat dalam perbaikan diri.
_____________________
* Edisi sebelumnya bisa dibuka di: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/11495; dan di: https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agf/urgensi-mengelola-pikiran-dan-perhatian-dalam-meditasi-47/423994161054391.


Intensitas Perhatian dan Jangka-waktu Memperhatikan.

Perhatian yang hanya sepintas, yang arahnya terpencar, yang berpindah-pindah dengan cepat, tidak punya intensitas yang memadai. Kita mesti mengarahkan perhatian pada suatu objek —baik di luar maupun di dalam— dengan intensitas secukupnya dan dalam jangka-waktu secukupnya pula, agar bisa benar-benar menarik manfaat dari pengarahan perhatian ini.

Kita tidak akan tertarik untuk memperhatikan sesuatu yang tidak kita minati bukan? Sebaliknya, tanpa perlu disuruh-suruh, kita akan memperhatikan apa yang kita minati atau gandrungi.

Kendati mengarah ke luar, para seniman pencipta, para peneliti dan penemu di dunia sains, dilengkapi dengan kemampuan memperhatikan dengan benar —terarah, dalam intensitas yang memadai serta dalam jangka-waktu secukupnya. Ini memang erat kaitannya dengan minat dan bakat mereka; namun tetap saja pengelolaan perhatian mengambil peran yang sangat menentukan, sehingga karya-karyanya menjadi sesuatu yang manfaatnya bisa dinikmati oleh banyak orang. Memperhatikan dengan baik dan benar inilah yang menghadirkan manfaat itu.

Namun, terkait dengan meditasi, yang benar-benar bermanfaat adalah perhatian yang sepenuhnya mengarah ke dalam —dalam intensitas dan dalam jangka-waktu secukupnya. Disinilah tampak urgensi dari pengelolaan perhatian secara menyeluruh —yang tidak dimungkinkan tanpa hadirnya kesadaran yang mantap.
_____________________
* Edisi sebelumnya bisa dibuka di: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/11550; dan di: https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agf/urgensi-mengelola-pikiran-dan-perhatian-dalam-meditasi-57/423994857720988.


Pengelolaan Perhatian dan perlunya Pelatihan.

Makanya, setidak-tidaknya ada dua bentuk pengendalian perhatian yang dibutuhkan guna dapat memperhatikan dengan baik dan benar: (i) pengendalian arah, dan (ii) pengendalian jangka-waktu.

Namun jangan salah; pengendalian yang dimaksud disini bukan pemaksaan —yang nyaris tak pernah tidak menghadirkan konflik internal, betapa kecilpun intensitasnya itu. Ia bukan pemaksaan, melainkan merupakan pengelolaan sesuai peruntukkannya.

Kalaupun ada sementara orang, untuk hal tertentu yang diminatinya, seakan-akan mampu mengarahkan perhatian dengan baik dan benar, serta mampu mempertahankannya selama jangka-waktu yang dibutuhkan; namun kita umumnya masih perlu berlatih untuk itu.

Bagi yang menaruh minat besar pada sesuatu, malah akan merasa sangat sulit untuk mengarahkan perhatian kepada yang lainnya. Apalagi kalau yang lainnya itu adalah sesuatu yang tidak diminatinya. Mengarahkan perhatian ke luar, telah menjadi kebiasaan yang terus kita lakukan. Kita dibuatnya merasa tak punya pilihan lain, hanya lantaran ia terlanjur dibiasakan seumur-hidup. Oleh karenanya, Diperlukan latihan yang cukup serius, guna bisa mengarahkan perhatian ke dalam; disamping guna bisa selalu waspada terhadap kecenderungan yang selalu mengarahkan perhatian ke luar itu.

Jadi, agar bisa benar-benar menarik manfaat dari setiap pengalaman hidup, kita mesti bisa memperhatikan dengan baik dan benar. Dan untuk itu, adalah perlu berlatih mengendalikan perhatian. Semua ini disebut “mengelola perhatian dengan baik dan benar”.
_____________________
* Edisi sebelumnya bisa dibuka di: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/11589; dan di: https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agf/urgensi-mengelola-pikiran-dan-perhatian-dalam-meditasi-67/423995321054275.

Sebuah Tips Latihan Ringan Meditasi Duduk.

Yang dikenal khalayak sebagai meditasi adalah ‘meditasi duduk’ —bermeditasi dalam postur tubuh duduk. Bahkan, tak sedikit yang masih menyangka kalau bermeditasi haruslah duduk dengan sikap tubuh dan sikap punggung, kaki, lengan dan tangan tertentu. Padahal, guna bermeditasi, tidaklah hanya dalam postur begitu. Kondisi batin meditatif bisa dialami dalam postur tubuh apa saja, kapan saja, dan dimana saja. Yang seperti ini tentu hanya bagi para meditator yang sudah mumpuni ... jelas bukan bagi pemula.

Bernafas selalu kita lakukan, dimanapun kita berada dan kapanpun itu. Ia sangat dekat dengan kehidupan dan hidup ini sendiri. Menjadikannya objek untuk diperhatikan merupakan sebentuk pelatihan yang sangat praktis, mudah dan murah. Anda tak perlu alat-bantu luar —seperti tasbih atau japa-mala, atau apapun; tak perlu menarik perhatian banyak orang dengan memainkan bulir-bulir tasbih. ‘Tasbih nafas’ selalu kita bawa kemanapun tubuh ini pergi. Jadikanlah keluar-masuknya nafas sebagai bulir-bulir tasbih Anda.

Berikut sebuah tips latihan ringan Meditasi Duduk, yang terbukti telah memberi manfaat pada banyak orang saat-saat mengawali perkenalannya dengan Meditasi Perhatian Murni atau Meditasi Berkas Cahaya Kesadaran. Andapun bisa memetik manfaat dari perkenalan Anda dengan meditasi, dengan relatif mudah.

1. Duduklah dengan santai —di suatu tempat yang kondusif bagi ketenangan Anda. Pastikan kalau Anda tidak terganggu oleh hal-hal yang tidak perlu —seperti lapar, haus, mengantuk, pakaian yang terlalu sempit, aroma yang menusuk hidung, gigitan nyamuk, sengatan matahari, hembusan angin terlalu kencang, keributan dan sebagainya— sebelum benar-benar duduk.

2. Pejamkan mata, dan lepaskan semua hal yang selama ini memenuhi benak Anda. Sisakan hanya niat berlatih; biarkan hasrat berlatih ini saja yang tersisa di benak Anda.

3. Mulai arahkan perhatian hanya pada keluar-masuknya nafas. Saat menarik nafas, sadari adanya udara ‘masuk’; saat menghembuskan nafas, sadari adanya udara ‘keluar’. Hanya itu. Jangan hiraukan yang terdengar atau apapun yang terlihat dan tercium.

4. Segera tarik nafas agak dalam bila perhatian mulai menyimpang, atau bila muncul bentuk-bentuk pemikiran atau perasaan yang tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang Anda lakukan; tahan nafas sejenak ... dan hembuskan perlahan. Bila pikiran membandel —yang umumnya memang demikian, Anda bisa juga tambahkan bantuan perafalan suku-kata ‘hang’ saat menarik nafas, dan merafal suku-kata ‘sah’ saat menghembuskannya. Cukup dirafalkan itu di dalam hati. Dengan begitu, secara tidak langsung, Anda juga telah memuliakan nama-Nya pada setiap tarikan dan hembusan nafas Anda.

5. Tetap pertahankan kondisi itu.

Bila Anda bisa memanfaatkan waktu senggang Anda —di sela-sela kesibukan sehari-hari dan menjadikan ini sebagai aktivitas selingan rutin, seperti: ketika sedang antre karcis, saat menunggu tibanya makanan yang dipesan, saat menunggu bus dan dalam perjalanan pulang kerja dan sebagainya— dengan cerdik dan berguna seperti ini, Anda bisa merubah kebiasaan berupa selalu mengarahkan perhatian ke luar itu, relatif cepat. Disamping itu, tentu saja Anda bisa memetik manfaat seperti: hadirnya ketenangan, ketenteraman, kejernihan, kewaspadaan dan yang lainnya —yang boleh jadi tak pernah Anda nyana sebelumnya.

Semoga Cahaya Agung-Nya senantiasa menerangi setiap gerak dan langkah kita.
Semoga kedamaian dan kebahagiaan menghuni kalbu semua insan.

Bali, 2 Nopember 2005.
_____________________
Secara keseluruhan, edisi yang disajikan sekarang ini telah disunting kembali pada hari Selasa, 27 Agustus 2013.
* Edisi sebelumnya bisa dibuka di: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/11599; dan di: https://www.facebook.com/notes/agung-ngurah-agf/urgensi-mengelola-pikiran-dan-perhatian-dalam-meditasi-77/423995764387564.

1 komentar: