Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu
by. G PUTRA KUSUMA WIJAYA
Agama Hindu adalah agama yang paling tertua dalam sejarah
perkembangan agama . Seperti kita ketahui setiap agama pasti memiliki pedoman
hidup di dalam ajaran nya tersebut tentu juga ini berlaku bagi agama hindu .
Jika seseorang mempraktekannya ke dalam kehidupan sehari-hari nya maka ia akan
mendapatkan kebahagian sesungguh nya . Pedoman hidup ini sering di sebut sebagai kerangkadasar agama hindu ,
dan tentu kerangka dasar ini di bagi menjadi beberapa bagian . Berapa
pembagian kerangka dasar tersebut ?. Apa saja kerangka dasar tersebut
?. Jelaskan kerangka dasar agama hindu !.
Nah di tulisan kali ini kita akan membahas apa saja kerangka dasar agama hindu yang kata nya bisa membuat seseorang mendapatkan kebahagian sejati bila mempraktekan nya di dalam kehidupan sehari-hari .
Nah di tulisan kali ini kita akan membahas apa saja kerangka dasar agama hindu yang kata nya bisa membuat seseorang mendapatkan kebahagian sejati bila mempraktekan nya di dalam kehidupan sehari-hari .
3 (Tiga) kerangka dasar agama hindu

1 . Tattwa ( Filsafat )
1 . Tattwa ( Filsafat )
Tattwa berasal dari kata tat dan twa. Tat berarti ”itu” dan
twa juga berarti ”itu”. Jadi secara leksikal kata tattwa berarti ”ke-itu-an”.
Dalam makna yang lebih mendalam kata tattwabermakna ”kebenaranlah itu”.
Kerapkali tattwa disamakan dengan filsafat ketuhanan atau teologi. Di satu
sisi, tattwa adalah filsafat tentang Tuhan, tetapi tattwa memiliki dimensi lain
yang tidak didapatkan dalam filsafat, yaitu keyakinan. Filsafat merupakan
pergumulan pemikiran yang tidak pernah final, tetapi tattwa adalah pemikiran
filsafat yang akhirnya harus diyakini kebenarannya. Sebagai contoh, Wisnu disimbolkan
dengan warna hitam, berada di utara, dan membawa senjata cakra. Ini adalah
tattwa yang harus diyakini kebenarannya, sebaliknya filsafat boleh
mempertanyakan kebenaran dari pernyataan tersebut. Oleh sebab itu dalam
terminologi Hindu, kata tattwa tidak dapat didefinisikan sebagai filsafat
,tetapi lebih tepat didefinisikan sebagai dasar keyakinan Agama Hindu. Sebagai
dasar keyakinan Hindu, tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha
(Widhi tattwa, Atmatattwa, Karmaphala tattwa, Punarbhawa tattwa, dan Moksa
tattwa).
2 . Susila
Sementara itu susila berasal dari kata ”su” dan ”sila”. Su
berarti baik, dan sila berarti dasar, perilaku atau tindakan. Secara umum
susila diartikan sama dengan kata ”etika”. Definisi ini kurang lebih tepat
karena susila bukan hanya berbicara mengenai ajaran moral atau cara berperilaku
yang baik, tetapi juga berbicara mengenai landasan filosofis yang mendasari
suatu perbuatan baik harus dilakukan. Bandingkan dengan kata ”etika” yang berarti
filsafat moral. Sebaliknya, kata ”moral” berarti ajaran tentang tingkah laku
yang baik. Perbuatan ”membunuh” misalnya, secara moral tindakan membunuh
dilarang untuk dilakukan, tetapi ”etika” memberikan landasan bahwa tidak semua
tindakan membunuh adalah dilarang. Tindakan membunuh yang dilarang adalah
ketika didasari oleh rasa kebencian dan kemarahan, sebaliknya membunuh bagi
seorang tentara dalam sebuah peperangan dibenarkan secara etika.
Sampai di sini jelas bahwa antara ”moral” dan ”etika” dibedakan
secara konseptual. Moral selalu menjadi bagian dari etika, tetapi etika belum
tentu masalah moral karena etika berbicara tentang ”perilaku baik” yang harus
dilakukan manusia dalam aspek-aspek kehidupan yang lebih luas. Moral adalah
etika-etika khusus yang berlaku dalam skup tertentu. Etika Hindu, etika Islam,
etika Kristen, etika Bali, etika Jawa, etika bisnis dan seterusnya merupakan
ajaran moral yang dianjurkan oleh masing-masing institusi tertentu, baik
institusi agama maupun institusi sosial. Suatu tindakan yang dianggap bermoral
di suatu komunitas, belum tentu bermoral di komunitas yang lain. Merujuk pada
perbedaan definisi di atas, terminologi kata ”susila” lebih tepat diterjemahkan
dalam kata etika karena memberikan landasan suatu perbuatan. Perintah Sri
Khrisna kepada Arjuna untuk membunuh Guru-gurunya secara moral tidak dapat
dibenarkan karena tindakan membunuh terlarang dilakukan. Akan tetapi secara
etika hal itu dibenarkan karena melenyapkan kejahatan adalah kewajiban dari
seorang ksatrya.
3. Upakara / Upacara
3. Upakara / Upacara

Sementara itu kata acara berasal dari bahasa Sankerta yang
menurut Sanskrit- English Dictionary karangan Sir Moonier Williems (Sudharma,
2000:1) bahwa kata ”acara” antara lain diartikan sebagai berikut.
Tingkah laku atau perbuatan yang baik;
Adat istiadat;
Tradisi atau kebiasaan yang merupakan tingkah laku manusia
baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang didasarkan atas kaidah-kaidah
hukum yang ajeg.
Dalam bahasa Kawi mempunyai tiga pengertian sesuai dengan sistem
penulisannya (ācāra, acāra, dan acara). Kata ācāra berarti kelakuan,
tindak-tanduk, kelakuan baik, adat, praktik, dan peraturan yang telah mantap.
Kata acāra bermakna pergi bersama atau teman. Dapat dibandingkan dengan kata
cāraka yang bermakna teman atau ia yang pergi bersama. Dalam bahasa Bali
diterjemahkan dengan kata parēkan yang bermakna ia yang selalu dekat. Sedangkan
kata acara berarti tidak berjalan. Bandingkan dengan kata carācara yang berarti
tumbuh-tumbuhan, dengan makna yang tidak dapat berjalan. Dari ketiga makna
tersebut, makna yang digunakan dalam pengertian Acara Agama Hindu ialah makna
yang pertama (ācāra), yang memiliki pengertian : (1) Kelakuan, tindak-tanduk,
atau kelakuan baik dalam pelaksanaan agama Hindu; (2) adat atau suatu praktik
dalam pelaksanaan agama Hindu; dan (3) peraturan yang telah mantap dalam
pelaksanaan Agama Hindu.
Pengertian dari kata acara juga ditemukan dalam kitab
Sarasamuccaya (177), sebagai berikut:
”nihan pajara mami, phala sang hyang weda inaji, kapujan sang
hyang siwagni, rapwan wruhing mantra, yajnangga widdhiwaidhanadi, dening dana
hinanaken, bhuktin danakena, yapwan dening anakbi, dadyaning alingganadi krida
mahaputri-santana, kuneng phala sang hyang aji kinawruhan, haywaning gila
ngaraning swabhawa, ācāra ngaraning prawrtti kawaran ring aji”
Artinya:
Inilah yang hendak hamba beritahukan, gunanya kitab suci Weda
itu dipelajari, Siwagni patut dipuja, patut diketahui mantra serta
bagian-bagian dari korban kebaktian, widhi-widhana dan lain-lainnya. Adapun gunanya
harta kekayaan disediakan adalah untuk dinikmati dan disederhanakan, akan gina
wanita adalah untuk menjadi istri dan melanjutkan keturunan baik pria dan
wanita, guna sastra suci adalah untuk diketahui dan diamalkan, ācāra adalah
tindakan yang sesuai dengan ajaran agama.
Dari ketiga pengertian Tri Kerangka Agama Hindu di atas semakin jelas bahwa ketiganya memang tidak dapat dipisahkan. Tattwa menjadi landasan teologis dari semua bentuk pelaksanaan ajaran agama Hindu. Susila menjadi landasan etis dari semua perilaku umat Hindu dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan dengan alam lingkungannya. Sedangkan ācāra menjadi landasan prilaku keagamaan, tradisi, dan kebudayaan religius. Acara mengimplementasikan tattwa dan susila dalam wujud tata keberagamaan yang lebih riil dalam dimensi kebudayaan. Tanpa adanya acara, agama hanyalah seperangkat ajaran yang tidak akan nampak dalam dunia fenomenal. Secara sosio-antropologis, acara menjadi identitas suatu agama karena ia melembaga dalam sebuah sistem tindakan. Sebaliknya, tattwa (ketuhanan) sangat abstrak sifatnya, demikian halnya dengan susila yang tidak hanya dibentuk oleh agama, melainkan juga oleh tradisi, adat, kebiasaan, tata nilai dan norma-norma sosial